Pendahuluan
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang
sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada
kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada
bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta
pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian
atas hal itu dinamakan kolpaporeksis. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada
permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptur uteri kompleta, jika
tidak ruptur uteri inkompleta. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya
pada uterus melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri atau ke
kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kencing.
Epidemiologi
Terjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang
bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan
janinnya. Kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan
angka kematian yang tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang,
seperti Asia dan Afrika. Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari
para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping
fasilitas pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan
darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Frekwensi
ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara
1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini
disebabkan karena rumah sakit –rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus
darurat dari luar.
Ibu-ibu
yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna
lagi dan perasaan takut dicerai oleh suaminya. Oleh karena itu diagnosis yang
tepat serta tindakan yang jitu juga penting.
Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak,
lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Korpus Uteri
Biasanya
terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea
klasik (korporal) atau miomektomi.
2. Segmen Bawah Rahim
Biasanya
terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah
regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks Uteri
Biasanya
terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Kompleta
Robekan
pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.
2. Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan
otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal
dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.
Karena
dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu
kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada
graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan
kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit
pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada
gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2.
Karena
peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops
fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan
kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan
shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap;
atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar
paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:
conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan
sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan
partus yang salah.
Ruptur
Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
-
Ekstraksi Forsep
-
Versi dan ekstraksi
-
Embriotomi
-
Versi Braxton Hicks
-
Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
-
Manual plasenta
-
Kuretase
-
Ekspresi Kristeller atau Crede
-
Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
-
Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Iminens
(membakat=mengancam)
2. Ruptur Uteri sebenarnya.
Etiologi
Ruptur
uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya,
atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya
tanpa parut.
Akhir-akhir
ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut
akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering
terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus
percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor
predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau
perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan
oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin
berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan
persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat
sehingga merusak dirinya sendiri.
Mekanisme
Terjadinya Ruptur Uteri
Pada
umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik uteri.
Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila
kehamilan sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar
dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.
Batas
antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dariBandl.
Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas
simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya
ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang
luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti
karena adanya lokus minoris resistens
Rumus
mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R
= H + O
Dimana:
R = Ruptur
H
= His Kuat (tenaga)
O
= Obstruksi (halangan)
Pada
waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan
cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus
tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan
hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi
bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi,
sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya
ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum
sacrouterina dan jaringan parametra.
Diagnosis dan
gejala klinis
Terlebih
dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri
mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat
bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala
Ruptur Uteri Iminens/mengancam :
- Dalam
anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus
sudah lama berlangsung
- Pasien
tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-
Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
- Pernafasan
dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
- Ada
tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
- His
lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-
Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
- Pada
waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
- Diantara
korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin
tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih
yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan
dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,
misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun
belakang.
-
Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi
ada hematuri.
- Pada
auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
- Pada
pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala
Ruptur Uteri
Bila
ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah
ruptur uteri sebenarnya.
1.)
Anamnesis dan Inspeksi
- Pada
suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps.
- Pernafasan
jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
- Muntah-muntah
karena perangsangan peritoneum.
- Syok,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
- Keluar
perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian
terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
- Kadang-kadang
ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-
Kontraksi uterus biasanya hilang.
- Mula-mula
terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis
(paralisis usus).
2.)
Palpasi
- Teraba
krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
- Bila
kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-
Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
- Nyeri
tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.)
Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit
atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta
juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.)
Pemeriksaan Dalam
- Kepala
janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke
atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita
temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis
seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.)
Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung
kemih.
6.)
Catatan
- Gejala
ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
- Ruptur
uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh
ruptur uteri mengancam.
- Lakukanlah
selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi,
ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.
Ruptur Uteri Traumatik 1
Ruptur
uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan
seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada
setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup
tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri
yang dinamakan ruptur uteri violenta.
Di
sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal
untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu misalnya
terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan
dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah
ketika melakukan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan
tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu
dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi
ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari ruptur
uteri spontan.
Ruptur Uteri pada Parut Uterus
Ruptur
uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea,
peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat
mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena
kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut
yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur
uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1.
Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai
daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih
baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa
menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi
bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini
tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar
bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur
uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur
uteri inkompleta.
Pada
peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang
untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.
Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat
bekas luka. Jika arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan
syok, janin dalam uterus meninggal pula.
Profilaksis
Banyak
kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita
ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan
antenatal (prenatal).
1. Panggul sempit atau CPD
Anjurkan
bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala
belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri.
Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat
inpartu.
2.
Malposisi Kepala
Coba
lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk
melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
3.
Malpresentasi
Letak
lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4.
Hidrosefalus
5.
Rigid cervix
6.
Tetania uteri
7.
Tumor jalan lahir
8.
Grandemultipara + abdomen pendulum
9.
Pada bekas seksio sesarea
Beberapa
sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a
Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean
not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini
disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu
dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang
ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau
perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan
insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan
terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS
dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
10.
Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin
di RS dengan pengawasan yang teliti.
11. Ruptur uteri karena tindakan
obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melakukan
tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin
sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin
persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri
traumatika.
Penanganan
Untuk
mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita
yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada
distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui
tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa
wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan
efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan
cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan
dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Bila
keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi:
(1)
Histerektomi, baik total maupun subtotal.
(2)
Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
(3)
Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan
aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
-
Keadaan umum
-
Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
-
Jenis luka robekan
-
Tempat luka
-
Perdarahan dari luka
-
Umur dan jumlah anak hidup
-
Kemampuan dan keterampilan penolong
Prognosis
Harapan
hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam berbagai
penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup
pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk
mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering
dilakukan lewat laparotomi.
Jika
tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau
mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan
pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat,
tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi
antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi
antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita
dengan ruptura pada uterus yang hamil.
No comments:
Post a Comment