Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Masa Nifas |
1.
Perubahan
sistem reproduksi
Salama
masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan
alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan
penting lainnya, perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut.
a.
Uterus
Involusi uterus atau pengerutan
uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1)
Iskemia
Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2)
Atrofi
jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen
saat pelepasan plasenta.
3)
Autolysis
– Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali
panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi
selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
4)
Efek
Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan
mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi
Uteri
|
Tinggi
Fundus Uteri
|
Berat
Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Plasenta
lahir
|
Setinggi
pusat
|
1000
gram
|
12,5
cm
|
7
hari (minggu 1)
|
Pertengahan
pusat dan simpisis
|
500
gram
|
7,5
cm
|
14
hari (minggu 2)
|
Tidak
teraba
|
350
gram
|
5
cm
|
6
minggu
|
Normal
|
60
gram
|
2,5
cm
|
b. Lokia
Akibat
involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran
antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia
mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta,
serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-3
hari
|
Merah
kehitaman
|
Terdiri
dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa
darah
|
Sanguilenta
|
3-7
hari
|
Putih
bercampur merah
|
Sisa
darah bercampur lendir
|
Serosa
|
7-14
hari
|
Kekuningan/
kecoklatan
|
Lebih
sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan
laserasi plasenta
|
Alba
|
>14
hari
|
Putih
|
Mengandung
leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
|
Umumnya
jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian
atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat
berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
c.
Vagina
dan perineum
Selama
proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor.
Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil
dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas
bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan
keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan
pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan.
Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
2. Perubahan sistem pencernaan
Sistem gastrointestinal selama
kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar
progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan
kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,
kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan pada sistem pencernaan, antara lain :
1. Nafsu
Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan
waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan
juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3 .PengosonganUsus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar
kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung
serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi
pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka
jalan lahir.
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain
3.
Perubahan Sistem Musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang
berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah placenta dilahirkan.
Ligament-ligamen,
diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
retundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun”
setelah melahirkan karena ligament, fasia,
jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendor. Stabilitasi secara
sempurna terjadi pada 6-8 minngu setelah persalinan.
Sebagai
akibat putusnya serat-serat plastic kulit dan distensi yang belangsung lama
akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan
kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan
penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul, di
anjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi.
4.
Perubahan Tanda-tanda Vital
a. Suhu
Suhu
tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celsius. Sesudah partus
dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal, namun tidak
akan melebihi 8 derajat celcius. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 derajat celcius, mungkin
terjadi infeksi pada klien.(Siti saleha,2009)
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa
60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi
maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada
kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang
dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara
90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan
darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah
pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah
tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum.
Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi.
d. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan
pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
6. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah
normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan
oleh placenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali esterogen menyebabkan
dieresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali
pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selam masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine.
Hilangnya progesterone membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama
dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan darah sekitar
200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran dua kali lipatnya.
Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt (Haematokrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.
Volume darah ibu relative akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban
pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio
cordis pada pasien dengan vitum
cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia kala.
Umumnya, ini akan terjadi pada 3-5 hari post
partum.
7.
Perubahan Sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir
kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah
meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis
adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa
post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000
hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama.
Pada awal
post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal
ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang
berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari
wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari
titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka
pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang
lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan
volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan
normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah selama masa
persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-800
ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
8.
Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormon placenta
Hormon placenta menurun dengan cepat
setelah persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai omset pemenuhan
mamae pada hari ke-3 post partum.
b. Hormone pituitary
Prolaktin
darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler ( minggu ke-3) dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya
seorang wanita mendapatkan menstruasi juga di pengaruhi oleh faktor menyusui.
Sering kali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar
estrogen dan progesteron.
d. Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi
penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga
sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI. (Saleha:2009 53-61)
REFERENSI
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment