Masalah dalam pemberian
ASI
A.
Masalah
dalam pemberian ASI
a. Puting susu nyeri
Umumnya
ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan
berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan puting susu ibu benar,
perasaan nyeri akan hilang.
Cara menangani :
a)
Pastikan posisi ibu menyusui sudah
benar.
b)
Mulailah menyusui pada puting susu yang
tidak sakit guna membantu mengurangi
sakit pada puting susu yang sakit.
c)
Segera setelah minum, keluarkan sedikit
ASI oleskan di puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu
sampai puting susu kering (Kristiyansari, 2009).
Hal-hal
yang harus dilakukan untuk mencegah rasa nyeri puting susu ketika menyusui :
a)
Santai ketika menyusui, harus santai dan
tenang saat menyusui. Hal ini akan membantu meningkatkan aliran air susu ibu.
Meletakkan kain basah yang hangat pada payudara atau mengambil shower hangat
untuk mengguyur payudara setelah menyusui (Proverawati, 2010).
b)
Jangan menarik isapan bayi sebelum bayi
benar-benar selesai menetek, memastikan bayi tidak lagi menetek sebelum
melepaskan dari payudara. Untuk menghentikan bayi dari anak susuan, melalui
sudut mulut bayi memasukkan jari ke dalam mulutnya. Ini akan melepaskan isapan
bayi dari payudara dan dapat dengan mudah mengangkat atau menarik bayi dari
puting susu (Proverawati, 2010).
c)
Mencari posisi yang nyaman saat menyusui
Karena
tidak nyaman saat menyusui bisa membuat cemas, dan mengurangi atau menghentikan
aliran susu. Belajar posisi menyusui yang nyaman dan benar. Menggunakan salah
satu jari dari posisi tersebut setiap kali menyusui bayi. Jika bayi tidak dalam
posisi yang tepat ia mungkin memiliki masalah dalam penghisapan. Bayi mungkin
tidak mendapatkan cukup susu dan menyedit dengan keras. Hal ini dapat
menyebabkan sakit atau mengubah bentuk puting untuk beberapa menit
(Proverawati,2010).
d)
Memastikan mulut bayi santai saat
menyusui, jika bayi menyusu terlalu keras maka puting menjadi sakit, anda perlu
membuat santai mulut bayi. Untuk melakukan ini ibu perlu memijat rahang bawah
telinga bayi. Stroke adalah gerakan untuk beristirahat dan melebarkan mulut
bayi. Ibu dapat menarik perlahan-lahan bayi ke bawah menggunakan jari. Hal ini
memungkinkan istirahatnya lidah, gusi dan puting susu. Tarik kepala bayi
sehingga rahangnya ada di belakang puting susu, dengan cara ini susu dapat
terjepit dan tidak akan cukup susu mengalir keluar (Proverawati,2010).
e)
Menggunakan perangkat untuk menyusui
dengan benar, membaca petunjuk yang ada pada saat menggunakan perangkat dan
menjaga selalu tetap bersih. Jika ada alat yang menyebabkan cedera pada
payudara, maka penggunaannya harus dihentikan. Ibu mungkin memerlukan bantuan
untuk mempelajari bagaimana cara penggunaan alat. Cedera ini meningkatkan
risiko untuk kerusakan dan infeksi puting (Proverawati,2010).
b.
Puting susu lecet
Puting
susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan
menyakitkan kadang-kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat
disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh
trush (candidates) atau dermatitis.
Cara
menangani :
a)
Cari penyebab puting lecet (posisi
menyusui salah, candidates atau dermatitis)
b)
Obati penyebab puting susu lecet
terutama perhatikan posisi menyusui
c)
Kerjakan semua cara-cara menangani susu
nyeri diatas tadi
d)
Ibu dapat terus memberikan ASInya pada
keadaan luka tidak begitu sakit
e)
Olesi puting susu dengan ASI akhir (hind
milk), jangan sekali-kali memberikan obat lain, sperti krim, salep, dan
lain-lain
f)
Puting susu yang sakit dapat
diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1x24 jam, dan biasanya akan
sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2x24 jam
g)
Selama puting susu diistirahatkan,
sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat
pompa karena nyeri
h)
Cuci payudara sehari sekali saja dan
tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun
i)
Bila sangat menyakitkan, berhenti
menyusui pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi kesempatan
lukanya menyembuh
j)
Keluarkan ASI dari payudara yang sakit
dengan tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran
pembentukan ASI
k)
Berikan ASI perah dengan sendok atau
gelas jangan menggunakan dot
l)
Setelah terasa membaik, mulai menyusui
kembali mula-mula dengan waktu yang lebih singkat
m)
Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu
rujuk ke puskesmas (Suradi,2004).
c.
Payudara
bengkak
Pada
hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri
disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai
diproduksi dalam jumlah banyak.
Penyebab bengkak :
a)
Posisi mulut bayi dan puting susu ibu
salah
b)
Produksi ASI berlebihan
c)
Terlambat menyusui
d)
Pengeluaran ASI yang jarang
e)
Waktu menyusui yang terbatas
Perbedaan
payudara penuh dengan payudara bengkak adalah:
a.
Payudara penuh : rasa berat pada payudara,
panas dan keras. Bila diperiksa ASI
keluar dan tidak demam
b.
Payudara bengkak : payudara oedema,
sakit, puting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila
diperiksa/diisap ASI tidak keluar. Badan biasa demam setelah 24 jam
Untuk
mencegah maka diperlukan : menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “on
demand”. Bayi harus lebih sering disusui. Apabila terlalu tegang atau bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI
dikeluarkan terlebih dahulu, agar ketegangan menurun.
Untuk merangsang refleks oksitosin
maka dilakukan:
a.
Kompres panas untuk mengurangi rasa
sakit
b.
Ibu harus rileks
c.
Pijat leher dan punggung belakang
(sejajar daerah payudara)
d.
Pijat ringan pada payudara yang bengkak
(pijat pelan-pelan kearah tengah)
e.
Stimulasi payudara dan puting
f.
Kompres dingin pasca menyusui, untuk
mengurangi oedema
g.
Memakai BH yang sesuai
h.
Bila terlalu sakit dapat diberikan obat
analgetik
Cara mengatasinya :
a)
Susui bayinya semau dia sesering mungkin
tanpa jadwal dan tanpa batas waktu
b)
Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI
dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif
c)
Sebelum menyusui untuk merangsang
refleks oksitosin dapat dilakukan : kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit,
massage payudara, massage leher dan punggung
d)
Setelah menyusui, kompres air dingin untuk
mengurangi oedema (Suradi,2004).
d. Mastitis atau abses payudara
Mastitis
adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala
diikuti rasa nyeri dan panas,suhu tubuh meningkat. Di dalam terasa ada masa
padat (lump) dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa
nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang
berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI dihisap/dikeluarkan atau
pengisapan yang tidak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara
dengan jari atau karena tekanan baju/BH.
Tindakan
yang dapat dilakukan :
a)
Kompres hangat/panas dan pemijatan
b)
Rangsangan oksitosin, dimulai pada
payudara yang tidak sakit yaitu stimulasi puting susu, pijat leher, punggung,
dll
c)
Pemberian antibiotik : Flucloxacilin
atau erythromycin selama 7-10 hari
d)
Bila perlu bisda diberikan istirahat
total dan obat untuk penghilang rasa nyeri
e)
Kalau terjadi abses sebaiknya tidak
disusukan karena mungkin perlu tindakan bedah.
B.
Masalah menyusui pada masa nifas lanjut
a. Sindrom
ASI kurang
Sering kenyataannya ASI tidak benar-benar kurang.
Tanda-tanda yang “mungkin saja” ASI benar-benar kurang antara lain:
a)
Bayi tidak puas setiap selesai menyusui,
sering kali menyusu, menyusu dengan waktu yang sangat lama. Tapi juga terkadang
bayi lebih cepat menyusu. Disangka produksinya berkurang padahal dikarenakan
bayi telah pandai menyusu.
b)
Bayi sering menangis atau bayi menolak
menyusu
c)
Tinja bayi keras, keringat atau berwarna
hijau
d)
Payudara tidak membesar selama kehamilan
(keadaan yang jarang) atau ASI tidak “datang” pasca lahir
Walaupun ada tanda-tanda tersebut
diperiksa apakah tanda-tanda tersebut dapat dipercaya. Tanda bahwa ASI
benar-benar kurang antara lain :
a)
Berat badan bayi meningkat kurang dari
rata-rata 500 gram per bulan
b)
Berat badan lahir dalam waktu 2 minggu
belum kembali
c)
Ngompol rata-rata kurang dari 6 kali
dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning
Cara mengatasinya
disesuaikan dengan penyebab, terutama dicari pada 4 kelompok faktor penyebab :
1)
Faktor teknik menyusui, keadaan ini yang
paling sering dijumpai meliputi : masalah frekuensi, perlekatan, penggunaan
dot/botol dan lain-lain
2)
Faktor psikologis, juga sering terjadi
3)
Faktor fisik ibu (jarang) meliputi
kontrasepsi, diuretik, hamil, merokok, kurang gizi
4)
Sangat jarang adalah faktor kondisi
bayi, misalnya penyakit, abnormalitas dan lain-lain.
Ibu dan bayi dapat
saling membantu agar produksi ASI meningkat dan bayi terus memberikan isapan
efektifnya. Pada keadaan-keadaan tertentu dimana produksi ASI memang tidak
memadai maka upaya yang lebih, misalnya pada relaktasi, maka bila perlu dapat
dilakukan pemberian ASI dengan suplementer yaitu dengan pipa nasogastrik atau
pipa halus lainnya yang ditempelkan pada puting untuk dihisap bayi dan ujung lainnya dihubungkan dengan ASI atau
formula (Suradi, 2004).
b. Ibu yang bekerja
Seringkali
alasan pekerjaan membuat seorang ibu berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa
cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja :
a)
Susuilah bayi sebelum ibu bekerja
b)
ASI dikeluarkan untuk persediaan di
rumah sebelum berangkat bekerja
c)
Pengosongan payudara di tempat kerja
setiap 3-4 jam
d)
ASI dapat disimpan di lemari pendingin
dan dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja dengan cangkir
e)
Pada saat ibu di rumah sesering mungkin
bayi disusui dang anti jadwal
menyusuinya sehingga banyak menyusui di malam hari
f)
Ketrampilan mengelurakan ASI dan merubah
jadwal menyusui sebaiknya telah mulai dipraktekkan sejak satu bulan sebelum
kembali bekerja
g)
Minum dan makan makanan yang bergizi dan
cukup selama bekerja dan selama menyusui bayinya (Suradi,2004).
C.
Masalah menyusui pada pada keadaan
khusus
a.
Ibu melahirkan dengan bedah caesar
Posisi
menyusui yang dianjurkan sebagai berikut :
a)
Ibu dapat dalam posisi berbaring miring
dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan
kakinya kearah ibu
b)
Apabila ibu sudah dapat duduk bayi dapat
ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke
belakang ibu di bawah lengan ibu
c)
Dengan posisi memegang bola (football
position) yaitu ibu terlentang dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki kearah
atas dan tangan ibu memegang kepala bayi (Syradi,2004).
b.
Ibu sakit
1)
Ibu yang menderita hepatitis (HBsAg +
atau HIV/AIDS)
Untuk
kedua penyakit ini ditemukan berbagai pendapat. Yang pertama bahwa ibu yang
menderita hepatitis atau AIDS tidak diperkenankan menyusui bayinya, karena
dapat menularkan virus kepada bayinya melalui ASI. Namun demikian pada kondisi
negara-negara berkembang, dimana kondisi ekonomi masyarakat dan lingkungan yang
buruk, keadaan pemberian makanan pengganti ASI justru lebih membahayakan
kesehatan dan kehidupan bayi. Karenanya WHO tetap menganjurkan bagi
kondisi masyarakat yang mungkin tidak
akan sanggup memberikan PASI yang adekuat dalam jumlah dan kualitasnya, maka
menyusui adalah jauh lebih dianjurkan daripada dibuang (Suradi,2004).
2)
Ibu dengan TBC Paru
Kuman
TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh nenyusu. Ibu perlu diobati secara
adekuat dan diajarkan pencegahan penularan pada bayi dengan menggunakan masker.
Bayi tidak langsung diberi BCG oleh karena efek proteksinya tidak langsung
terbentuk. Walaupun sebagian obat anti TBC melalui ASI, bayi tetap diberi INH
dengan dosis penuh sebagai profilaksis. Setelah 3 bulan pengobatan secara
adekuat biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi dan setelah itu pada bayi
dilakukan uji mantoux. Bila hasilnya negative terapi INH dihentikan dan bayi
diberi vaksinasi BCG (Suradi,2004).
3)
Ibu dengan diabetes
Bayi
dan ibu dengan diabetes sebaiknya diberikan ASI, namun perlu dimonitor kadar
gula darahnya (Kristiyansari,2009).
c.
Ibu yang memerlukan pengobatan
Seringkali
ibu menghentikan penyusuan bila meminum obat-obatan karena takut obat tersebut
dapat mengganggu bayi. Kadar obat dalam ASI tergantung dari masa paruh obat dan
rasio obat dalam plasma dan ASI. Padahal kebanyakan obat hanya sebagian kecil
yang dapat melalui ASI dan jarang berakibat kepada bayi, sehingga tidak dapat
mengobati bayi dengan menyuruh ibu memakan obat tersebut. Memang ada beberapa
obat yang sebaiknya jangan diberikan kepada ibu yang menyusui dan sebaiknya
bila ibu memerlukan obat, pilihlah obat yang mempunyai masa paruh obat pendek
dan yang mempunyai rasio ASI plasma kecil atau dicari obat alternatif yang
tidak berakibat pada bayi. Disamping itu dianjurkan juga kepada ibu, bila perlu
memerlukan obat maka sebaiknya diminum segera setelah menyusui (Suradi,2004).
d.
Ibu hamil
Kadangkala
ibu sudah hamil lagi padahal bayinya masih menyusu. Dalam hal ini tidak ada
bahaya untuk ibu maupun janinnya bila ibu meneruskan menyusui bayinya namun ibu
harus makan lebih banyak lagi (Kristiyansari,2004).
D. Masalah
menyusui pada bayi
a.
Bayi sering menangis
Menangis
untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Karena
itu bila bayi sering menangis perlu dicari sebabnya, dan sebabnya tidak selalu
karena kurang ASI.
1)
Perhatikan mengapa bayi menangis, apakah
karena laktasi belum berjalan baik, atau sebab lain seperti ngompol, sakit,
merasa jemu, ingin digendong dan disayang.
2)
Keadaan itu merupakan hal yang biasa dan
ibu tidak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat mengganggu proses laktasi itu
sendiri, dan akibatnya produksi ASI bisa berkurang.
3)
Cobalah atasi dengan memeriksa pakaian
bayi, mungkin perlu diganti karena basah, coba mengganti posisi bayi menjadi
tengkurap atau digendong dan dibelai.
4)
Mungkin bayi belum puas menyusu karena
posisi bayi tidak benar saat menyusu akibatnya ASI tak sempurna keluarnya.
5)
Bayi menangis mempunyai maksud menarik
perhatian terutama ibu karena suatu hal, oleh karenanya janganlah membiarkan
bayi menangis terlalu lama, ia akan menjadi lelah, kemampuan menyusu kurang,
kecuali itu ibu juga menjadi kesal, sehingga mengganggu proses laktasi. Sering
bayi hanya mempunyai masalah psikologis
ingin merasa aman dan menginginkan perhatian ibu.
Secara
sistematis sebab bayi menangis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Bayi merasa tidak “aman”. Ia justru
membutuhkan banyak dekapan dan “ditemani selalu”
b.
Bayi merasa sakit seperti : panas.
kolik, hidung tersumbat dll.
c.
Bayi basah seperti : mengompol, BAB tak
lekas diganti dll.
d.
Bayi kurang gizi. Kurang sering menyusu,
kurang lama menyusu, menyusu tidak efisien (Kristiyansari,2009).
b.
Bayi bingung puting
Bingung
puting (nipple confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi
mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu.
Peristiwa ini terjadi karena mekanisme menyusu pada puting ibu berbeda dengan
mekanisme menyusu pada botol. Menyusu pada ibu memerlukan kerja otot-otot pipi,
gusi, langit-langit dan lidah. Sebaliknya pada menyusu botol bayi secara pasif
dapat memperoleh susu buatan. Yang menentukan pada menyusu botol adalah faktor
dari “si pemberi” antara lain kemiringan botol atau tekanan gravitasi susu,
besar lubang dan ketebalan karet dot.
Tanda-tanda bayi
bingung puting :
a)
Bayi menghisap putting seperti menghisap
dot
b)
Menghisap secara terputus-putus dan
sebentar-sebentar
c)
Bayi menolak menyusu
Karena itu untuk menghindari bayi
bingung puting :
a)
Jangan mudah mengganti ASI dengan susu
formula tanpa indikasi (medis) yang kuat
b)
Kalau terpaksa harus memberikan susu
formula berikan sendok atau pipet dan bahkan cangkir, jangan sekali-kali
menggunakan botol dan dot atau bahkan member kempeng (Suradi,2004).
c.
Bayi prematur dan bayi kecil (BBLR)
Bayi
kecil, prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai masalah
menyusui karena refleks menghisapnya masih relatif lemah. Oleh karenanya bayi
kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusu. Berikan sesering
mungkin walaupun waktu menyusunya pendek-pendek. Untuk merangsang menghisap
sentuhlah langit-langit bayi dengan ibu jari yang bersih. Bila bayi dirawat di
RS, harus sering dijenguk, dilihat, disentuh dengan kasih sayang dan bila
mungkin disusui langsung. Bila belum biasa kemudian diberikan dengan sendok
atau cangkir
d.
Bayi kuning (ikterik)
Kuning
dini terjadi pada bayi usia anatara 2-10 hari. Bayi kuning lebih sering terjadi
dan lebih berat kasusnya pada bayi-bayi yang tidak mendapat ASI cukup. Warna
kuning disebabkan kadar bilirubin (hiperbilirubinemia), yang dapat terlihat pada
kulit dan sclera (putih mata). Pada orang dewasa terlihat kuning bila kadar
bilirubin serum mencapai kira-kira 2mg/100 ml, tetapi pada bayi baru lahir
jarang terjadi sebelum mencapai kadar 5mg/100 ml. Untuk mencegah agar warna
kuning tidak lebih berat, bayi jelas membutuhkan lebih banyak menyusu. Yang
harus dilakukan adalah mulai menyusu segera setelah bayi lahir dan susui bayi
sesering mungkin tanpa dibatasi. Menyusui dini
sangat penting, karena bayi akan mendapat kolostrum atau susu jolong
(susu awal). Kolostrum bersifat purgatif ringan, sehingga membantu bayi untuk
mengeluarkan mekonium (feses bayi pertama yang berwarna kehitaman). Bilirubin
dikeluarkan melalui feces, jadi disini kolostrum berfungsi mencegah dan
menghilangkan bayi kuning (Proverawati, 2010).
e.
Bayi Kembar
Ibu
perlu diyakinkan bahwa alam sudah menyiapkan air susu bagi semua makhluk
menyusui termasuk manusia, sesuai kebutuhan pola pertumbuhan masing-masing.
Oleh karena itu semua ibu tanpa kecuali sebenarnya sanggup menyusui bayi
kembarnya. Mula-mula ibu dapat menyusui demi seorang, tetapi sebenarnya ibu
dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui
adalah dengan posisi memegang bola (football
position). Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada
payudara secara bergantian, jangan hanya menetap pada satu payudara saja.
Alasannya ialah, kecuali memberi variasi kepada bayi (dia juga tidak hanya
menatap satu sisi terus, agar tidak juling), juga kemampuan menyusu
masing-masing bayi mungkin berbeda, sehingga memberikan kesempatan pada
perangsangan puting untuk terjadi seoptimal mungkin. Walaupun football position
merupakan cara yang baik. Ibu sebaiknya mencoba posisi lainnya secara
berganti-ganti. Yang penting susuilah bayi lebih sering, dengan waktu penyusuan
yang diinginkan masing-masing bayi, umumnya lebih dari 20 menit. Bila ada yang
harus dirawat di RS, susui bayi di rumah, dan peraslah ASI dari payudara
lainnya untuk bayi yang dirawat itu. Ibu juga sebaiknya mempunyai pembantu,
karena ibu perlu istirahat agar tidak terlalu kelelahan (Suradi, 2004).
f.
Bayi sakit
Sebagian
kecil sekali dari bayi yang sakit, dengan indikasi khusus untuk diperbolehkan
mendapatkan makanan per oral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI
harus terus diberikan. Bahkan pada penyakit-penyakit tertentu justru harus
diperbanyak yaitu minimal 12 kali dalam 24 jam, misal pada diare, pneumonia,TBC
dan lain-lain. Bila bayi sudah dapat menghisap, maka ASI peras dapat diberikan
dengan cangkir atau dengan pipa nasogastrik (Suradi,2004).
g.
Bayi Sumbing
Pendapat
bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu adalah tidak benar. Bila sumbing pallatum molle (langit-langit lunak)
ataupun bila termasuk pallatum durum
(langit-langit keras), bayi dengan
posisi tertentu masih dapat menyusu tanpa kesulitan. Ibu harus tetap mencoba
menyusui bayinya, karena bayi masih bisa manyusu dengan kelainan seperti ini.
Keuntungan khusus untuk keadaan ini adalah bahwa menyusu justru dapat melatih
kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga memperbaiki perkembangan bicara anak.
Cara
menyusui yang dianjurkan :
1)
Posisi bayi duduk
2)
Puting dan areola dipegang selagi
menyusui, hal ini sangat membantu bayi untuk mendapatkan cukup ASI
3)
Ibu jari ibu dapat dipakai sebagai
penyumbat celah pada bibir bayi.
4)
Bila bayi mempunyai sumbing pada bibir
dan langit-langit (labiopalatokizis),ASI
dikeluarkan dengan cara manual ataupun pompa, kemudian diberikan dengan
sendok/pipet, atau botol dengan dot yang panjang sehingga ASI dapat masuk
dengan sempurna. Dengan cara ini bayi akan belajar menghisap dan menelan ASI,
menyesuaikan dengan irama pernafasannya (Suradi,2004).
h.
Bayi dengan lidah pendek
Keadaan
seperti ini jarang terjadi, yaitu bayi mempunyai lingual frenulum (jaringan ikat penghubung lidah dan dasar mulut)
yang pendek dan tebal serta kaku dan elastik, sehingga membatasi gerak lidah
dan bayi tidak dapat menjulurkan lidahnya untuk “mengurut” puting dengan
optimal. Bayi pada kondisi seperti ini akan sukar dapat melaksanakan laktasi
dengan sempurna, karena lidah tak sanggup “memegang” puting dan areola dengan
baik. Ibu dapat membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah bayi
dapat “menangkap” puting dan areola dengan benar. Pertahankan kedudukan kedua
bibir bayi agar posisi tidak berubah-ubah (Suradi, 2004).
i.
Bayi yang memerlukan perawatan
Bila
bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu pada ibu,
sebaiknya bila ada fasilitas, ibu ikut dirawat agar pemberian ASI tetap dapat
dilanjutkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan maka ibu dianjurkan memerah
ASI setiap 3 jam dan disimpan di dalam lemari es untuk kemudian sehari sekali
diantar ke rumah sakit di dalam termos es. Perlu diberikan tanda pada botol
penampung ASI, jam berapa ASI diperah agar yang lebih dahulu diperah dapat
diberikan terlebih dahulu (Suradi,2004).
izin share ya kk...
ReplyDelete