4/21/2012

METODE MAKE A MATCH

METODE MAKE A MATCH
1. PENGERTIAN
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siwa tenyata dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa .

Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa .

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:
1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50% .
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.


Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada metode ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan metode make a match, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.

Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan imajinasi; memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran. 

Post a Comment