A.
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir atau
tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering mendengar tentang Evidence Based.
Evidence Based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan
pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti inipun
tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa
dipertanggungjawabkan.
llmu
Kesehatan berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada
waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera
menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan
sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian
hipotesis baru yang lebih sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini
bahwa episiotomi merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada
primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan
bahwa episiotomi secara rutin justru sering menimbulkan berbagai permasalahan
yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien.
Episiotomi
adalah tindakan menggunting jaringan antara muara vagina dan anus (jaringan
perineum) saat proses melahirkan. Tujuan utamanya tentu saja untuk mempermudah
lahirnya bayi.
Dulu, episiotomi
merupakan tindakan rutin. Artinya, dalam setiap persalinan selalu dilakukan.
Hal yang menjadi pertimbangan adalah robekan akibat episiotomi cenderung lebih
kecil dan lebih rapi dibandingkan robekan yang terjadi secara alami. Selain
itu, luka episiotomi juga dianggap lebih cepat sembuh.
Tetapi, saat ini
episiotomi tidak lagi dianjurkan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penyembuhan luka episiotomi menimbulkan ketidaknyamanan. Selain itu, luka yang
dibuat ternyata cenderung lebih luas dibanding jika robekan terjadi sendiri.
Pada beberapa wanita, luka episiotomi juga dapat menimbulkan nyeri saat
berhubungan seksual, bahkan selama berbulan-bulan setelah melahirkan.
Walaupun
sudah tidak dianjurkan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama
sekali. Pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan. Misalnya jika posisi
bayi tidak normal, bayi harus dilahirkan secepatnya, atau jika diperkirakan
robekan yang terjadi akan sangat luas dll.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui informasi tentang
episiotomi
2.
Untuk mengetahui informasi evidence
based terkini indikasi pada episiotomi
3.
Untuk mengetahui informasi dampak
episotomi tanpa indikasi kuat
C.
Manfaat
1.
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang
episiotomi
2.
Untuk meningkatkan pengetahuan evidence
based terkini indikasi pada episiotomi
3.
Untuk meningkatkan pengetahuan dampak
episotomi tanpa indikasi kuat
BAB II
ISI
A.
Episiotomi
Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar
ruang pada lubang-keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak.
Fielding Ould, pada tahun 1872, mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama
yang melaksanakan episiotomi.
Saat
melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat,
prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar
panggul. Bila terlampau cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang
tidak perlu. Episiotomi dikerjakan ketika perineum menonjol, ketika diameter
kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm sewaktu his, dan ketika bagian
terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi berikutnya. Dengan
cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul
dicegah, dan perdarahan yang banyak dapat dielakkan.
Ada tiga tipe episiotomi:
Ada tiga tipe episiotomi:
(1)
Midline,
garis-tengah; (2) mediolateral, kiri atau kanan (yang paling sering digunakan); dan (3) lateral, yang sudah
tidak digunakan lagi.
macam episiotomi |
B.
Indikasi Episiotomi
Seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya, walaupun sudah tidak dianjurkan selalu
dilakukan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama sekali. Berdasarkan
evidence based terkini pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan dengan indikasi yang kuat
mengharuskan dilakukannya episiotomi. Beberapa indikasi kuat dlakukannya
episiotomy yaitu :
1. Bayi berukuran besar
Bayi yang memiliki bobot 4 kg atau lebih biasanya sulit melewati jalan lahir. Itulah sebabnya, dalam kasus ini dokter akan melakukan tindakan episiotomi untuk memudahkan si bayi lahir. Tanpa tindakan episiotomi, bobot bayi bisa menghambat proses persalinan. Bahkan dalam kasus tertentu, bayi berbobot besar ini mau tidak mau harus dilahirkan lewat operasi sesar. Serta beberapa alasan fetal lainnya seperti :
a. Bayi yang prematur dan lemah
b. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
c. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum tidak dapat ditunggu
1. Bayi berukuran besar
Bayi yang memiliki bobot 4 kg atau lebih biasanya sulit melewati jalan lahir. Itulah sebabnya, dalam kasus ini dokter akan melakukan tindakan episiotomi untuk memudahkan si bayi lahir. Tanpa tindakan episiotomi, bobot bayi bisa menghambat proses persalinan. Bahkan dalam kasus tertentu, bayi berbobot besar ini mau tidak mau harus dilahirkan lewat operasi sesar. Serta beberapa alasan fetal lainnya seperti :
a. Bayi yang prematur dan lemah
b. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
c. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum tidak dapat ditunggu
2. Perineum sangat kaku
Kekakuan perineum akan menyulitkan proses keluarnya bayi. Ini akan diperparah oleh kondisi ibu yang lemah dan lelah. Jangankan mengejan, bergerak pun sudah tidak bisa. Dalam kondisi seperti ini, tindakan episiotomi dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan menghindarkan bayi dari kemungkinan terkena hipoksia akibat persalinan terlalu lama. Semakin berat tingkat hipoksianya, kian banyak pula sel-sel saraf otak yang mengalami kerusakan, hingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
Kekakuan perineum akan menyulitkan proses keluarnya bayi. Ini akan diperparah oleh kondisi ibu yang lemah dan lelah. Jangankan mengejan, bergerak pun sudah tidak bisa. Dalam kondisi seperti ini, tindakan episiotomi dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan menghindarkan bayi dari kemungkinan terkena hipoksia akibat persalinan terlalu lama. Semakin berat tingkat hipoksianya, kian banyak pula sel-sel saraf otak yang mengalami kerusakan, hingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
3. Perineum pendek
Masing-masing individu memiliki panjang perineum yang bervariasi, ada yang pendek dan ada pula yang panjang. Bagi ibu yang memiliki perineum pendek, tindakan episiotomi bisa mencegah dampak negatif yang lebih buruk. Apalagi jika kepala bayinya besar, bukan tidak mungkin akan terjadi perobekan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin anus pun akan rusak.
Masing-masing individu memiliki panjang perineum yang bervariasi, ada yang pendek dan ada pula yang panjang. Bagi ibu yang memiliki perineum pendek, tindakan episiotomi bisa mencegah dampak negatif yang lebih buruk. Apalagi jika kepala bayinya besar, bukan tidak mungkin akan terjadi perobekan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin anus pun akan rusak.
4.
Persalinan dengan alat bantu
Episiotomi juga dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah itu forceps, vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur atau letak sungsang, distosia bahu dsb. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang semakin lebar akan meminimalkan risiko mencederai bayi.
Episiotomi juga dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah itu forceps, vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur atau letak sungsang, distosia bahu dsb. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang semakin lebar akan meminimalkan risiko mencederai bayi.
Tentu saja kondisi-kondisi tersebut
umumnya sudah bisa diprediksi oleh dokter. Dengan demikian, menjelang
persalinan dokter kandungan dan kebidanan yang menangani diharapkan sudah bisa
memutuskan apakah pasiennya mesti menjalani episiotomi atau tidak. Jadi, memang
tidak setiap ibu melahirkan mesti menjalani episiotomi.
Selain beberapa indikasi yang
memperbolehkan episiotomi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
pelaksanaan episiotomi, yaitu :
1.
Dalam memberikan anestesia lokal berikan anestesia lokal secara dini agar obat tersebut memiliki cukup
waktu untuk mem-berikan efek sebelum episiotomi dilakukan. Episiotomi adalah
tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan menggunakan anestesia lokal adalah
bagian dari asuhan sayang ibu.
Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan
bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke
dalam tabung suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar.
Ubah posisi jarum dan tusukkan kembali.
Alasan: Ibu
bisa mengalami kejang dan bisa terjadi kematian jika lidokain disuntikkan ke
dalam pembuluh darah.
2.
Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis
dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi.
Alasan:
Melakukan episiotomi akan ,nenyebabkan perdarahan; jangan
melakukannya terlalu dini.
3.
Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala
bayi dan perineum. Kedua jari agak direnggangkan dan berikan sedikit tekanan
lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan: Hal
ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga
membuatnya lebih mudah diepisiotomi..
a) Gunakan
gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Pastikan untuk melakukan
palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting untuk
rnenghindari sfingter.
b) Gunting
perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua
guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi
sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
4.
Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan
pada luka episiotomi dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi
atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada
luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
C.
Dampak Episiotomi Tanpa Indikasi Kuat
Episiotomi yang dilakukan tanpa indikasi kuat dapat
memunculkan hal-hal yang merugikan, seperti :
1. Perdarahan
1. Perdarahan
Perdarahan
hebat bisa saja tak terhindarkan jika momen pengguntingan tidak tepat.
Contohnya jika episiotomi dilakukan saat letak kepala bayi di jalan lahir masih
jauh. Waktu yang paling tepat untuk melakukan tindakan episiotomi adalah ketika
jaringan perineum sudah melebar setipis mungkin. Di saat ini jaringan perineum
sudah terdesak oleh kepala bayi yang berada di panggul. Dengan demikian,
pengguntingan hanya akan merobek perineum sedikit dan perdarahan dalam jumlah
banyak bisa diminimalkan.
2. infeksi
Infeksi bisa diakibatkan oleh proses penjahitan yang tidak benar. Proses penjahitan yang terlalu banyak dan rapat bisa menimbulkan infeksi. Banyak kasus dimana ibu mengalami infeksi akibat jahitan yang terlalu banyak simpulnya. Selain itu, infeksi juga bisa terjadi karena perawatan yang kurang telaten atau tak higienis oleh ibu. Misalnya karena ibu takut menyentuh luka bekas jahitan di daerah perineumnya.
Infeksi bisa diakibatkan oleh proses penjahitan yang tidak benar. Proses penjahitan yang terlalu banyak dan rapat bisa menimbulkan infeksi. Banyak kasus dimana ibu mengalami infeksi akibat jahitan yang terlalu banyak simpulnya. Selain itu, infeksi juga bisa terjadi karena perawatan yang kurang telaten atau tak higienis oleh ibu. Misalnya karena ibu takut menyentuh luka bekas jahitan di daerah perineumnya.
Padahal jika tidak dibersihkan, kuman dan
bakteri akan berkembang biak yang kemudian berpeluang menyebabkan infeksi. Jika
ini terjadi, mau tidak mau ibu mesti segera pergi ke dokter. Kenali gejala awal
infeksi berupa demam dan vagina terasa sakit.
Jangan
malah takut membersihkan luka episiotomi, toh perobekan tadi sudah rapat karena
sudah dijahit. Yang penting untuk diperhatikan adalah arah pembersihan yang
benar, yakni dari depan ke belakang, dan bukan sebaliknya. Sebab proses
penyapuan dari belakang ke depan malah amat berpeluang membawa serta bakteri
dan kuman yang ada di sekitar anus masuk ke vagina. Akibatnya, infeksi pun
tidak bisa terhindarkan.
3. hematoma
Salah satu dampak episiotomi adalah hematoma atau penggumpalan darah di satu tempat. Ciri-cirinya adalah vagina yang membengkak besar sekali. Kondisi ini terjadi karena ada pembuluh darah yang pecah tapi tidak terdeteksi karena letaknya di dalam, sehingga tidak ikut dijahit. Akibatnya, darah akan terus keluar dan makin lama makin banyak hingga vagina membengkak.
Salah satu dampak episiotomi adalah hematoma atau penggumpalan darah di satu tempat. Ciri-cirinya adalah vagina yang membengkak besar sekali. Kondisi ini terjadi karena ada pembuluh darah yang pecah tapi tidak terdeteksi karena letaknya di dalam, sehingga tidak ikut dijahit. Akibatnya, darah akan terus keluar dan makin lama makin banyak hingga vagina membengkak.
4. Nyeri saat berhubungan
Perlukaan episiotomi juga bisa menyebabkan rasa sakit/nyeri berkepanjangan, terutama jika perawatan luka dilakukan secara kurang telaten. Selain itu, penjahitan yang terlalu sempit juga bisa menyebabkan rasa sakit saat berhubungan intim. Gangguan yang disebut dispareunia ini bisa menyerang siapa saja.
Perlukaan episiotomi juga bisa menyebabkan rasa sakit/nyeri berkepanjangan, terutama jika perawatan luka dilakukan secara kurang telaten. Selain itu, penjahitan yang terlalu sempit juga bisa menyebabkan rasa sakit saat berhubungan intim. Gangguan yang disebut dispareunia ini bisa menyerang siapa saja.
Waktu
kemunculannya pun bervariasi, bisa muncul di pertengahan, sewaktu orgasme,
bahkan setelah hubungan intim selesai. Wujud rasa sakit itu sendiri bisa
seperti perasaan terbakar, tertusuk benda tajam atau perasaan nyeri. Sedangkan
mengenai lokasinya bisa di bagian luar vagina maupun di bagian dalam.
5. Tidak ekonomis
Patut juga dicatat, biaya untuk tindakan episiotomi tidaklah sedikit. Selain alat, pasien juga dibebani dengan berbagai biaya seperti obat bius, jarum suntik, benang jahit, dan lain-lain. Tindakan ini jelas dapat memperbesar biaya persalinan.
Patut juga dicatat, biaya untuk tindakan episiotomi tidaklah sedikit. Selain alat, pasien juga dibebani dengan berbagai biaya seperti obat bius, jarum suntik, benang jahit, dan lain-lain. Tindakan ini jelas dapat memperbesar biaya persalinan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Episiotomi
dulu merupakan tindakan rutin, namun berdasarkan evidence based terkini saat
ini episiotomi tidak lagi dianjurkan kecuali dengan beberapa indikasi yang
kuat.
2. Beberapa
indikasi kuat yang menyebabkan episiotomy dianjurkan adalah
a)
Alasan fetal ( premature, gawat janin,
distosia, makrosimia dll. )
b)
perineum yang pendek ataupun kaku
c)
persalinan dengan alat bantu (forsep,
vakum, pada sungsang dll )
3. episiotomi
yang dilakukan dengan tidak benar atau tidak sesuai indikasi yang kuat akan
menyebabkan beberapa masalah pada klien.
B.
SARAN
Di dalam lahan praktek masih banyak bidan yang
sering melakukan praktek episiotomi pada klien tanpa indikasi yang kuat dengan
alasan agar persalinannya cepat, alangkah baiknya bila para bidan senantiasa
meningkatkan pengetahuannya dengan pengetahuan yang baru. Bahwa sejatinya
episiotomi saat ini sudah tidak dianjurkan karena terbukti banyak membawa
dampak buruk pada klien. Dan bekerjasama dalam peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Carter FB, Wolber PGH. Episiotomy in : Sciarra J.
Gerbie AB eds. Gynecology and Obstetrics.
Philadelphia : Harper & Row Publisher. 1979. 1-40.
Husodo L. Pembedahan dalam Persalinan Kala III dalam
Winknysastro H, Sumapraja S., Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan ed. 3. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1993. 882-884.
Saifuddin, 2002. Buku
panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment