PERDARAHAN POSTPARTUM
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan
lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Dalam pengertian
ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio plasenta (Mochtar, 1998)
Menurut waktu terjadinya dibagi atas
dua bagian :
(a)
Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
(b)
Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam, biaanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Menurut Wiknjosatro H. (1960), perdarahan,
terutama perdarahan postpartum, masih merupakan salah satu dari sebab utama
kematian ibu dalam persalinan. Karena itu ada tiga hal yang harus diperhatikan
dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu :
(1)
Penghentian perdarahan
(2)
Jaga jangan sampai timbul syok
FREKUENSI
Frekuensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk (1965-1969)
di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan–laporan baik di Negara maju maupun
di Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan–laporan baik di Negara maju maupun
di Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai
berikut :
Atonia uteri 50% - 60%
Retensio plasenta 16% - 17%
Sisa plasenta 23% - 24%
Laserasi jalan lahir 4% - 5%
Kelainan darah 0,5% - 0,8%
PERDARAHAN DALAM KALA URI
Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian
mulailah proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta
sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan berkontraksi (his
pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta (Mochtar, 1998).
Retensio Plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1
jam setelah bayi lahir (Mochtar, 1998).
Sebab-sebabnya adalah :
(1)
Plasenta belum terlepas dari
rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingkat pelekatannya
dibagi menjadi (a) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam; (b) Plasenta senta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih
dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium; (c) Plasenta akreta, yang
menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa; serta
(d) Plasenta
perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
(2)
Plasenta sudah lepas tetapi
belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat
kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan
ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rectum penuh, karena itu keduanya harus
dikosongkan.
Penanganan
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam
setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi perdarahan, maka harus segera
dikeluarkan. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah :
(1)
Coba 1 – 2 kali dengan perasat
Crede.
(2)
Keluarkan plasenta dengan
tangan (manual plasenta).
Pasang infus cairan dektrosa
5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan narkosa dan segala sesuatunya dalam
keadaan suci hama .
Tekhnik: tangan kiri diletakkan di
fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali
pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas–disisihkan dengan tepi jari-jari
tangan–bila sudah lapas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka
atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah
Manual plasenta
berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa
infeksi.
(3)
Bila perdarahan banyak berikan
transfuse darah.
(4)
Berikan juga obat-obatan
seperti uterotonika dan antibiotika.
PERDARAHAN POSTPARTUM
Yang dimaksud disini adalah perdarahan dalam kala IV
yang lebih dari 500-600 cc dalam 24 jamsetelah anak dan plasenta lahir
(Mochtar,1998).
Etiologi
(1)
Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
-
Umur : umur yang terlalu muda
atau tua
-
Paritas : seringdijumpai pada
multipara dan grandemultipara
-
Partus lama dan partus terlantar
-
Obstetri operatif dan narkosa
-
Uterus terlalu regang dan
besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
-
Kelainan pada uterus, seperti
mioma uteri, uterus couvelair pada
solusio plasenta
-
Factor sosio ekonomi, yaitu
malnutrisi
(2)
Sisa plasenta dan selaput
ketuban
(3)
Jalan lahir : robekan perineum,
vagina seviks, forniks, dan rahim
(4)
Penyakit darah
Kelainan
pembekuan darah misalnya a atau fibrinogenemia yang sering dijumpai pada :
-
Perdarahan yang banyak
-
Solusio plasenta
-
Kematian janin yang lama dalam
kandungan
-
Pre-eklamsi dan eklamsi
-
Infeksi, hepatitis, dan septic
syok.
Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa
penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan di halaman
berikut :
(1)
Palpasi uterus : bagaimana
kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
|
||
(2)
Memeriksa plasenta dan
ketuban : apakah lengkap atau tidak
|
1.
Atonia uteri
|
|
(3)
lakukan eksplorasi kavum
uteri untuk mencari :
|
2.
sisa-sisa plasenta dan
ketuban
3.
robekan jalan lahir
|
|
-
sisa plasenta dan ketuban
-
robekan rahim
-
olasenta suksenturiata
|
4.
Penyakit darah (kelainan
pembekuan darah).
|
|
(4)
Inspekulo: untuk melihat
robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.
|
||
(5)
Pemeriksaan laboratorium:
periksa darah, Hb, clot observation
test (COT),
dan lain-lain
|
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan
yang hebat dan menakutkan sehingga dapat waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam
keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi
terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak menyangka akhirnya
perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam subsyok
atau syok. Karena itu adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin
dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah,
nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus dan perdarahan selama 1
jam.
Penanganan
Pencegahan perdarahan postpartum
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada
kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu
hamil dengan melakukan antenatal care
yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan
postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum,
kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan
penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka
vulva, infuse dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau
kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (=sintometrin intravena). Hasilnya
biasanya memuaskan.
Pengobatan perdarahan kala uri
Sikap dalam menghadapi perdarahan kala uri ialah :
(1)
Berikan oksitosin
(2)
Cobalah mengeluarkan plasenta
menurut cara Crede (1-2 kali)
(3)
Keluarkan plasenta dengan
tangan
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin
lahir dilakukan jika (a) ada sangkaan akan terjadi perdarahan postpartum; (b)
ada perdarahan yang banyak (lebih dari 500 cc); (c) terjadi retensio plasenta;
(d) dilakukan tindakan obstetri dalam narkosa; atau (e) ada riwayat perdarahan
postpartum pada persalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan
masih terdapat perdarahan, segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24
jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari
berturut-turut; dan pada hari ke empat baru lakukan kuretase untuk
membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera
dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan postpartum pada atonia uteri
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia
uteri, dibagi dalam 3 tahap :
Tahap I Perdarahan
yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian
uterotonika,mengurut rahim (massage), dan memasang gurita.
Tahap II Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan tranfusi darah dan dapat dilakukan :
-
perasat (maneuver) Zangemeister
-
pirasat (maneuver) Fritch
-
kompresi bimanual
-
kompresi aorta
-
tamponade utero vaginal
-
jepitan arteri uterine dengan
cara Henkel
Tamponade utero-vaginal
walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama
didaerah pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.
Tahap III Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir
adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan
meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
Prognosis
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1965): “Perdarahan
postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga; walaupun dengan
pengawasan yang sebaikbaiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu
sebab kematian ibu yang penting”. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan
modern: “Perdarahan poatpartum tidak perlu mambawa kematian pada ibu bersalin”.
Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah
tinggi dalam klinik tersedia banya darah dan cairan serta fasilitas lainnya.
Dalam masyarakat kita masih besar anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan
hidupnya, karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun jiwa istri
dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk, (1969)
melaporkan angka kematian ibu sebesar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8% –
4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari
luar negeri dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan
apapun kadang-kadang tidak menolong.
INVERSIO UTERI
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri
terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri (Sarwono, 2007).
Pembagian
(1)
Inversio uteri ringan
Fundus
uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga
rahim
(2)
Inversion uteri sedang
Terbalik dan sudah
masuk dalam vagina
(3)
Inversio uteri berat
Uterus
dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Ada pula yang membaginya menjadi inversion
uteri inkomplit, yaitu 1 dan 2; dan komplit 4 : seperti 3.
Etiologi
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena
tindakan. Factor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah,
tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis
servikalis.
Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia
uteri, kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra abdominal yang tinggi
(mengejan dan batuk).
Yang karena tindakan dapat disebabkan cara Crade yang
berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan,
apalagi bila ada pelekatan plasenta pada dinding rahim.
Frekuensi
Jarang dijumpai, angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Diagnosis dan gejala
klinis
(1)
Dijumpai pada kala III atau
postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok,
apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas, dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
(2)
Pemeriksaan dalam
·
Bila masih inkomplit, maka pada
daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam
·
Bila komplit, diatas simfisis
uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
·
Kavum uteri sudah tidak ad
(terbalik).
Penanganan
(1)
Pencegahan : hati-hati dalam
memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasatCrede
berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan
pengeluaran plasenta dengan tangan.
(2)
Bila terjadi, maka terapinya
adalah :
-
Bila ada perdarahan atau syok,
berikan infus dan transfuse darah serta perbaiki keadaan umum.
-
Sesudah itu segera lakukan
reposisi kalau perlu dalam narkosa.
-
Bila tidak berhasil maka
dilakukan tindakan operatif secara perabdomminam (operasi Haultein) atau
pervaginam (operasi menurut Spinelli).
-
Di luar rumah sakit dapat
dibantu dengan melakukan reposisi ringan, yaitu dengan tamponade vaginal,
kemudian berikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
ATONIA UTERI
·
Kenali dan tegakkan diagnosis
kerja atonia uteri.
·
Sementara lakukan pemasngan
infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual.
·
Pastikan plasenta lahir lengkap
(bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa
plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir.
·
Berikan transfusi darah bila
sangat diperlukan.
·
Lakukan uji beku darah (lihat
solusio plasenta) untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
·
Bila semua tindakan diatas
telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik
(lihat bagian Prosedur Klinik) sebagai berikut :
Pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar
·
Kompresi bimanual eksternal
Menekan
uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak
tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi
atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan
kompresi bimanual internal
·
Kompresi bimanual internal
Uterus
ditekankan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam
vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi
ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali. Cobakan kompresi aorta abdominalis.
·
Kompresi aorta abdominalis
Raba
arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut.
Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat,
akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil
kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi (Sarwono, 2007).
Pada rumah sakit rujukan
·
Ligasi arteri uterine dan
ovarika,
·
Histerektomi.
RETENSIO PLASENTA
·
Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
·
Retensio plasenta adalah tertahannya
atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
Jenis retensio plasenta
·
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang
kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
·
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
·
Plasenta inkreta adalah implantasi
jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
·
Plasenta perkreta adalah implantasi
jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus.
·
Plasenta inkarserata adalah tertahannya
plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
|
Separasi/
akreta parsial
|
Plasenta inkarserata
|
Plasenta akreta
|
·
Konsistensi uterus
|
kenyal
|
keras
|
cukup
|
·
Tinggi fundus
|
sepusat
|
2 jari bawah pusat
|
sepusat
|
·
Bentuk uterus
|
diskoid
|
agak globuler
|
diskoid
|
·
Perdarahan
|
sedang-banyak
|
sedang
|
sedikit/tidak ada
|
·
Tali pusat
|
terjulur sebagian
|
sudah lepas
|
tidak terjulur
|
·
Ostium uteri
|
terbuka
|
kontriksi
|
terbuka
|
·
Separasi plasenta
|
lepas sebagian
|
sudah lepas
|
melekat seluruhnya
|
·
Syok
|
sering
|
jarang
|
jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali
pusat
|
Retensio plasenta dengan
separasi parsial
·
Tentukan jenis retensio yang
terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
·
Regangkan tali pusat dan minta
pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi
terkontrol tali pusat.
·
Pasang infus oksitosin 20 unit
dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu, kombinasikandengan
misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena
kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).
·
Restorasi cairan untuk
mengatasi hipovolemia.
·
Lakukan transfusi darah apabila
diperlukan.
·
Beri antibiotika profilaksis
(ampisilin 2 g IV/oral + metronidazol 1 g supositoria/oral).
·
Segera atasi bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat, syok neurogenik.
Plasenta inkarserata
·
Tentukan diagnosis kerja
melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
·
Siapkan peralatan dan bahan
yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
·
Pilih fluothane atau eter untuk
konstriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500
NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang
disebabkan bahan anestesi tersebut.
·
Bila prosedur anestesi tidak
tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh conam ovum lakukan manuver sekrup
untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgesic (Tramadol
100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV dan sedaktif ( Diazepam 5 mg IV) pada tabung
suntik yang terpisah.
Manuver sekrup :
-
Pasang spekulum sims sehingga
ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
-
Jepit porsio dengan klem ovum
pada 12,4 dan 8 dan lapaskan spekulum.
-
Tarik ketiga klem ovum agar
ostium, tali pusat dan plasenta tampak lebih jelas.
-
Tarik tali pusat ke lateral
sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak
mungkin. Minta asisten untuk memegang klem tersebut.
-
Lakukan hal yang sama untuk
plasenta pada sisi yang berlawanan.
-
Satukan kedua klem tersebut
kemudian sambil diputar searah jarum jam, tarik plasenta keluar perlahan-lahan
melalui pembukaan ostium.
·
Pengamatan dan perawatan
lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan pasca-tindakan.tambahan pemantauan yang diperlukan adalah
pemantauan efek samping atau komplikasidari bahan-bahan sedativa, analgetika
atau anestesia umum (mual dan muntah, cagah aspirasi bahan muntahan,
hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing/vertigo, mengantuk).
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar
adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam
sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke
rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
Sisa plasenta
·
Penemuan secara dini, hanya
dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarhan pasca-persalinan lanjut,
sebagian besar pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub-involusi uterus.
·
Berikan antibiotika karena
perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah
ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan
metronidazol 1g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
·
Dengan dipayungi antibiotika
tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau Dilatasi dan Kuretase.
·
Bila kadar Hb<8 g% berikan
transfuse darah. Bila kadar Hb≥8 g%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama
10 hari.
RUPTURA PERINEUM DAN
ROBEKAN DINDING VAGINA
·
Lakukan eksplorasi untuk
mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber pendarahan.
·
Lakukan irigasi pada tempat
luka dan bubuhi larutan antiseptik.
·
Jepit dengan ujung klem sumber
perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
·
Lakukan penjahitan luka mulai
dari bagian yang paling distal terhadap operator.
·
Khusus pada ruptura perineum
komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis
dengan bantuan busi pad rektum, sebagai berikut :
-
Setelah prosedur
asptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
-
Mulai penjahitan dari ujung
robekan dengan jahitan dan simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolik
no. 2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke
sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani denga klem dan jahit dengan benang no.
2/0.
-
Lanjutkan penjahitan ke lapisan
otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara
jelujur.
-
Mukosa vagina dan kulit
perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler.
-
Berikan antibiotika profilaksis
(ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya
diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau
terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.
Robekan serviks
·
Robekan serviks sering terjadi
pada sisi lateral karena serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada
posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
·
Bila kontraksi uterus baik,
plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat
bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
·
Jepitkan klem ovum pada kedua
sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika
setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan.
Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua
robekan dapat dijahit.
·
Setelah tindakan, periksa tanda
vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
pasca-tindakan.
·
Beri antibiotika profilaksis,
kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.
·
Bila terjadi defisit cairan,
lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8g%, berikan transfusi darah.
PENANGANAN PERDARAHAN
PASCA – PERSALINAN MENURUT JENJANG
Tanda dan gejala
|
· Perdarahan yang segera terjadi setelah bayi/plasenta lahir.
Perdarahan dapat terjadi akibat gangguan kontraksi, robekan jalan lahir atau
retensi plasenta/-fragmen plasenta pada dinding kavum uteri
|
||||
Dugaan
|
· Retensio plasenta, retensi fragmen/sisa plasenta, robekan jalan
lahir atau atonia/hipotonia uteri, gangguan pembekuan darah
|
||||
Kategori
|
Retensio plasenta
|
Sisa
plasenta
|
Robekan
jalan lahir
|
Atonia
Uteri
|
Koagulopati
|
Tingkat
|
UPAYA
|
||||
Polindes
|
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Untuk kasus
Adhesiva
Simpleks
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk untuk
kasus berat
|
Diagnosis
Stabilisasi
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk
|
Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi
dan
Hemostasis
Antibiotika
Rujuk untuk
kasus berat
|
Diagnosis
Stabilisasi
Uterotonika
Stimulasi
Kontaksi
Kompresi
bimanual dan aorta
Rujuk langsung
RS
|
Diagnosis
Stabilisasi
Segera
Rujuk ke RS
|
Puskesmas
|
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Untuk kasus
Resiko rendah
Rujuk kasus
berat
Uterotonika
Antibiotika
|
Diagnosis
Stabilisasi
evakuasi
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk untuk
kasus dengan komplikasi berat
|
Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi dan
Hemostasis
Antibiotika
Rujuk bila
robekan sangat luas dan dalam
|
Diagnosis
Stabilisasi
Kompresi
bimanual dan aorta
Tampon UV
Uterotonika
antibiotika
Rujuk langsung
RS
|
Diagnosis
Stabilisasi
Segera
Rujuk ke RS
|
Rumah
Sakit
|
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
|
Diagnosis
Stabilisasi
Kuretase
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
|
Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi
Laparotomi
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
|
Diagnosis
Stabilisasi
Ligasi arteri
Uterina
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
|
Diagnosis
Stabilisasi
Transfusi dan
produk darah lain (plasma beku segar, trombosit, fibrinogen)
Uterotonika
Kedaruratan
Komplikasi
|
No comments:
Post a Comment