7/19/2012

PERDARAHAN POSTPARTUM


PERDARAHAN POSTPARTUM

Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Dalam pengertian ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio plasenta (Mochtar, 1998)

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
(a)    Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
(b)   Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biaanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Menurut Wiknjosatro H. (1960), perdarahan, terutama perdarahan postpartum, masih merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu dalam persalinan. Karena itu ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu :
(1)   Penghentian perdarahan
(2)   Jaga jangan sampai timbul syok
PERDARAHAN POSTPARTUM
(3)   Penggantian darah yang hilang.

FREKUENSI
Frekuensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk (1965-1969) 
di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan–laporan baik di Negara maju maupun 
di Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut :
Atonia uteri                            50% - 60%
Retensio plasenta                   16% - 17%
Sisa plasenta                           23% - 24%
Laserasi jalan lahir                  4% - 5%
Kelainan darah                       0,5% - 0,8%


PERDARAHAN DALAM KALA URI
Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta (Mochtar, 1998).

Retensio Plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir (Mochtar, 1998).
Sebab-sebabnya adalah :
(1)   Plasenta belum terlepas dari rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingkat pelekatannya dibagi menjadi (a) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam; (b) Plasenta senta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium; (c) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa; serta (d) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
(2)   Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rectum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.
Penanganan
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi perdarahan, maka harus segera dikeluarkan. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah :
(1)   Coba 1 – 2 kali dengan perasat Crede.
(2)   Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
Pasang infus cairan dektrosa 5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan narkosa dan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.
Tekhnik: tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas–disisihkan dengan tepi jari-jari tangan–bila sudah lapas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah
Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi.
(3)   Bila perdarahan banyak berikan transfuse darah.
(4)   Berikan juga obat-obatan seperti uterotonika dan antibiotika.

PERDARAHAN POSTPARTUM
Yang dimaksud disini adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih dari 500-600 cc dalam 24 jamsetelah anak dan plasenta lahir (Mochtar,1998).

Etiologi
(1)   Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
-          Umur : umur yang terlalu muda atau tua
-          Paritas : seringdijumpai pada multipara dan grandemultipara
-          Partus lama dan partus terlantar
-          Obstetri operatif dan narkosa
-          Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
-          Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta
-          Factor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi
(2)   Sisa plasenta dan selaput ketuban
(3)   Jalan lahir : robekan perineum, vagina seviks, forniks, dan rahim
(4)   Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau fibrinogenemia yang sering dijumpai pada :
-          Perdarahan yang banyak
-          Solusio plasenta
-          Kematian janin yang lama dalam kandungan
-          Pre-eklamsi dan eklamsi
-          Infeksi, hepatitis, dan septic syok.

Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan di halaman berikut :

(1)     Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri



(2)     Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak



1.    Atonia uteri
(3)     lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :


2.    sisa-sisa plasenta dan ketuban
3.    robekan jalan lahir
-   sisa plasenta dan ketuban
-   robekan rahim
-   olasenta suksenturiata

4.    Penyakit darah (kelainan pembekuan darah).

(4)     Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.


(5)     Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT),
dan lain-lain



Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dapat waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam subsyok atau syok. Karena itu adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.

Penanganan
Pencegahan perdarahan postpartum
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infuse dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (=sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.

Pengobatan perdarahan kala uri
Sikap dalam menghadapi perdarahan kala uri ialah :
(1)   Berikan oksitosin
(2)   Cobalah mengeluarkan plasenta menurut cara Crede (1-2 kali)
(3)   Keluarkan plasenta dengan tangan
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan jika (a) ada sangkaan akan terjadi perdarahan postpartum; (b) ada perdarahan yang banyak (lebih dari 500 cc); (c) terjadi retensio plasenta; (d) dilakukan tindakan obstetri dalam narkosa; atau (e) ada riwayat perdarahan postpartum pada persalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan, segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut; dan pada hari ke empat baru lakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.

Pengobatan perdarahan postpartum pada atonia uteri
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap :
Tahap I    Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika,mengurut rahim (massage), dan memasang gurita.
Tahap II   Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan tranfusi darah dan dapat dilakukan :
-       perasat (maneuver) Zangemeister
-       pirasat (maneuver) Fritch
-       kompresi bimanual
-       kompresi aorta
-       tamponade utero vaginal
-       jepitan arteri uterine dengan cara Henkel
Tamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama didaerah pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.
Tahap III Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.

Prognosis
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1965): “Perdarahan postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga; walaupun dengan pengawasan yang sebaikbaiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting”. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: “Perdarahan poatpartum tidak perlu mambawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dalam klinik tersedia banya darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya, karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk, (1969) melaporkan angka kematian ibu sebesar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8% – 4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar negeri dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

INVERSIO UTERI
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri (Sarwono, 2007).

Pembagian
(1)   Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim
(2)   Inversion uteri sedang
Terbalik dan sudah masuk dalam vagina
(3)    Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Ada pula yang membaginya menjadi inversion uteri inkomplit, yaitu 1 dan 2; dan komplit 4 : seperti 3.

Etiologi
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Factor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis servikalis.
Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
Yang karena tindakan dapat disebabkan cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada pelekatan plasenta pada dinding rahim.

Frekuensi
Jarang dijumpai, angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Diagnosis dan gejala klinis
(1)   Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas, dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
(2)   Pemeriksaan dalam
·         Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam
·         Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
·         Kavum uteri sudah tidak ad (terbalik).

Penanganan
(1)   Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasatCrede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan.
(2)   Bila terjadi, maka terapinya adalah :
-       Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfuse darah serta perbaiki keadaan umum.
-       Sesudah itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
-       Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif secara perabdomminam (operasi Haultein) atau pervaginam (operasi menurut Spinelli).
-       Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan, yaitu dengan tamponade vaginal, kemudian berikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
ATONIA UTERI

·      Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
·      Sementara lakukan pemasngan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual.
·      Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir.
·      Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan.
·      Lakukan uji beku darah (lihat solusio plasenta) untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
·      Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik (lihat bagian Prosedur Klinik) sebagai berikut :

Pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar
·      Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal
·      Kompresi bimanual internal
Uterus ditekankan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Cobakan kompresi aorta abdominalis.
·      Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi (Sarwono, 2007).

Pada rumah sakit rujukan
·      Ligasi arteri uterine dan ovarika,
·      Histerektomi.


RETENSIO PLASENTA

·      Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
·      Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.

Jenis retensio plasenta
·      Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
·      Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
·      Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
·      Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
·      Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.



Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
Separasi/
akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
·      Konsistensi uterus
kenyal
keras
cukup
·      Tinggi fundus
sepusat
2 jari bawah pusat
sepusat
·      Bentuk uterus
diskoid
agak globuler
diskoid
·      Perdarahan
sedang-banyak
sedang
sedikit/tidak ada
·      Tali pusat
terjulur sebagian
sudah lepas
tidak terjulur
·      Ostium uteri
terbuka
kontriksi
terbuka
·      Separasi plasenta
lepas sebagian
sudah lepas
melekat seluruhnya
·      Syok
sering
jarang
jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat

Retensio plasenta dengan separasi parsial
·      Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
·      Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
·      Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu, kombinasikandengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).
·      Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
·      Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
·      Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV/oral + metronidazol 1 g supositoria/oral).
·      Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, syok neurogenik.

Plasenta inkarserata
·      Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
·      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
·      Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
·      Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh conam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgesic (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV dan sedaktif ( Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah.
Manuver sekrup :
-       Pasang spekulum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
-       Jepit porsio dengan klem ovum pada 12,4 dan 8 dan lapaskan spekulum.
-       Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak lebih jelas.
-       Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk memegang klem tersebut.
-       Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan.
-       Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum jam, tarik plasenta keluar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.
·      Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan.tambahan pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasidari bahan-bahan sedativa, analgetika atau anestesia umum (mual dan muntah, cagah aspirasi bahan muntahan, hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing/vertigo, mengantuk).
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.

Sisa plasenta
·      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarhan pasca-persalinan lanjut, sebagian besar pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub-involusi uterus.
·      Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
·      Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau Dilatasi dan Kuretase.
·      Bila kadar Hb<8 g% berikan transfuse darah. Bila kadar Hb≥8 g%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

RUPTURA PERINEUM DAN ROBEKAN DINDING VAGINA

·      Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber pendarahan.
·      Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik.
·      Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
·      Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
·      Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pad rektum, sebagai berikut :
-       Setelah prosedur asptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
-       Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolik no. 2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani denga klem dan jahit dengan benang no. 2/0.
-       Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
-       Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler.
-       Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

Robekan serviks
·      Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
·      Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
·      Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
·      Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan.
·      Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.
·      Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8g%, berikan transfusi darah.

PENANGANAN PERDARAHAN PASCA – PERSALINAN MENURUT JENJANG
Tanda dan gejala
·      Perdarahan yang segera terjadi setelah bayi/plasenta lahir. Perdarahan dapat terjadi akibat gangguan kontraksi, robekan jalan lahir atau retensi plasenta/-fragmen plasenta pada dinding kavum uteri
Dugaan
·      Retensio plasenta, retensi fragmen/sisa plasenta, robekan jalan lahir atau atonia/hipotonia uteri, gangguan pembekuan darah
Kategori
Retensio plasenta
Sisa
plasenta
Robekan
 jalan lahir
Atonia
Uteri
Koagulopati
Tingkat
UPAYA
Polindes
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Untuk kasus
Adhesiva
Simpleks
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk untuk kasus berat
Diagnosis
Stabilisasi
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk
Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi
dan
Hemostasis
Antibiotika
Rujuk untuk kasus berat
Diagnosis
Stabilisasi
Uterotonika
Stimulasi
Kontaksi
Kompresi bimanual dan aorta
Rujuk langsung RS
Diagnosis
Stabilisasi
Segera
Rujuk ke RS
Puskesmas
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Untuk kasus
Resiko rendah
Rujuk kasus berat
Uterotonika
Antibiotika
Diagnosis
Stabilisasi
evakuasi
Uterotonika
Antibiotika
Rujuk untuk kasus dengan komplikasi berat

Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi dan Hemostasis
Antibiotika
Rujuk bila robekan sangat luas dan dalam

Diagnosis
Stabilisasi
Kompresi bimanual dan aorta
Tampon UV
Uterotonika
antibiotika
Rujuk langsung RS
Diagnosis
Stabilisasi
Segera
Rujuk ke RS
Rumah
Sakit
Diagnosis
Stabilisasi
Plasenta
Manual
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
Diagnosis
Stabilisasi
Kuretase
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
Diagnosis
Stabilisasi
Reparasi
Laparotomi
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
Diagnosis
Stabilisasi
Ligasi arteri
Uterina
Histerektomi
Transfusi
Uterotonika
Antibiotika
Kedaruratan
Komplikasi
Diagnosis
Stabilisasi
Transfusi dan produk darah lain (plasma beku segar, trombosit, fibrinogen)
Uterotonika
Kedaruratan
Komplikasi






No comments:

Post a Comment