Perubahan
System Reproduksi
A.
Involusi
a.
Pengertian
Involusi
atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60gram. Proses ini dimulia segera setelah
placenta lahir akibat kontaksi otot-otot polos uterus.
b.
Proses
involusi uterus
Pada
akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah kira-kira 2cm dibawah
umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat
ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan
16minggu dengan berat 1000 gram.
Setelah janin
dikeluarkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat,segera setelah placenta
lahir,tinggi fundus uteri kurang lebih dua jari dibawah pusat. Uterus
menyerupai satu buah alpukat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15cm,lebar
kurang lebih 12cm,dan tebal kurang lebih 10cm,dinding uterus sendiri kurang
lebiuh 5 cm,sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis dari bagian
lain. Pada hari kelima post partum uterus kurang lebih setinggi 7cm diatas
simpisis atau setengah simpisis pusat,sesudah 12hari uteruis tidak dapat diraba
lagi di atas simpisis.
Perubahan-perubahan
normal pada uterus selama post partum :
Involusi uteri
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Berat Uterus
|
Diameter Uterus
|
Palpasi Servik
|
Plasenta lahir
|
Setinggi Pusat
|
1000 gr
|
12,5 cm
|
Lembut/Lunak
|
7 hari (minggu1)
|
Pertengahan antara pusat dan sympisis
|
500 gr
|
7,5 cm
|
2 cm
|
14 hari (minggu2)
|
Tidak teraba
|
350 gr
|
5 cm
|
1 cm
|
6 minggu
|
Normal
|
60 gr
|
2,5 cm
|
Menyempit
|
Peningkatan
kadar esterogen dan progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif
uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada
hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran
sel-sel yang sudah ada. Pada masa post partum penurunan kadar hormone-hormon
ini menyebabkan terjadinya autolisis.
Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut:
1)
Autolisis
Autolisis
merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot-otot
uterin. Enzim proteolitik kan memendekan jaringan otot-otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga
tertinggal jaringan fibro elastic renik sebagai bukti kehamilan.
2)
Atrofi
jaringan
Jaringan yang
berfolirasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar.
Kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan placenta,selain
perubahan atrofi pada otot-otot uterus,lapisan desidua akan mengalami atrofi
dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang aka bergenerasi menjadi
emdometrium yang baru.
3)
Efek
oksitoksi (kontraksi)
Intensitas
kontraksi uterus meningkatkan secara bermakna segera setelah bayi lahir,diduga
terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat
besar.Hormone oksitoksin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus,mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses
hemostatis.Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplay darah
uterus.Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implatansi
placenta serta mengurangi perdarahan.Luka bekas perlekatan palcenta memerlukan
waktu 8 minggu untuk sembuh total.
B.
Vagina
dan perinium
a. Vagina
Pada minggu ketiga,vaginamengecil dan timbul
rugae(lipataan-lipatan
atau kerutan-kerutan)kembali.
b. Perlukaan
vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak Sering dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan
biasa,tetapi Lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan
cunam,terlebih Apabila kepala janin harus berputar Robekan terdapat pada
dinding Lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c. Perubahan
pada perineum
Terjadi robekan
perineum pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umunya terjadi di garis tangan dan
biasa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat,sudut arcuspubis lebih
kecil daripaa biasa,kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada suboksipito bregmatica.
Bila ada
laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomy (penyayatan mulut serambi
kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dengan baik.
d. Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-3 hari
|
Merah kehitaman
|
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
|
Sanguilenta
|
3-7 hari
|
Putih bercampur merah
|
Sisa darah bercampur lendir
|
Serosa
|
7-14 hari
|
Kekuningan/ kecoklatan
|
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
|
Alba
|
>14 hari
|
Putih
|
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
|
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
C. Vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
DAFTAR
PUSTAKA
Suhermi.
2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya
Ambarwati,
Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia
Jones,
Llewellyn. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrat
Bahiyatun.
2009. Asuhan Kebidanan nifas normal
Pusdiknakes.
2003. Asuhan Post Partum.
Saifudin.
2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP.
Untuk mengetahui selengkapnya mengenai perubahan fisiologis pada masa nifas klik [DISINI]
No comments:
Post a Comment